Friday, August 5, 2011

Dieng, the Goddess Place..

Mau ngrasain suasana Puncak di Jawa Tengah? Datanglah ke Dieng, bahkan hawa dingin d Dieng melebihi Puncak yg skrg ini yg menurut saya udh ga dingin lg. Yup, mengetahui Kamis libur dan tnyata ada instruksi u/ Jumat bisa cuti bersama, stlh ngubek2 Kaskus, tnyata ada ajakan jalan k Dieng, tp mereka brgkt Kamis mlm & menurut gw knpa ga brgkt Rabu sore aja, jd ada waktu u/ mengunjungi Jogja, stlh posting dapetlah 1 org yg minat u/ brgkt Rabu sore. Walaupun saat itu berhembus kabar akan kawah Timbang yg beracun, namun stlh konfirmasi ke mas Dwi ( pemilik penginapan bu Jono ) bahwa kawah Timbang sgt jauh dr kawasan wisata Dieng Plateau dan sangat aman, maka kami tetap putuskan u/ tetap berangkat. Meeting point di term.Grogol pk.17.00, stlh menunggu bbrpa menit datanglah bus jur. Jakarta-Wonosobo. Perjalanan Jakarta-Wonosobo terbilang cukup lama, kita sampai di Wonosobo kira2 pk. 10.30 an, 17 jam!! Fiiuuuh…


Turun di pertigaan arah ke Dieng Plateau, naiklah kita semacam minibus, tak lupa meminta kenek u/ menurunkan kami d Penginapan Bu Jono ( penginapan ini udh terkenal lho semenjak tertulis di buku Lonely Planet,, ). Stlh 30 menit perjalanan akhir’a kami sampai jg d penginapan bu Jono, bertemu mas Dwi sang pengurus penginapan yg ternyata org’a ramah & down to earth bgt… Beres2, mandi, minta dibikinin peta wisata Dieng, cabutlah kita ( di penginapan kita jg bertemu org2 yg mw kemping di gunung ). Hawa dingin sangat terasa menyejukkan, suhu di Dieng sejuk mendekati dingin, temperatur berkisar 15—20°C di siang hari dan 10°C di malam hari. Bahkan, suhu udara terkadang dapat mencapai 0°C di pagi hari, terutama antara Juli—Agustus. Seperti nama’a Dieng yg berarti tempat bersemayamnya para dewa-dewi, daerah terasa seperti di khayangan,, ( beneran lho walaupun gw ga tau seperti apa khayangan itu,,^^ just have that feeling! )

Domba di Dieng,, almost perfect pic.
Spot pertama yg kami datangi adalah komplek Candi Arjuna. Komplek candi tersebut terdiri dari Candi Arjuna, Candi Srikandi, Candi Puntadewa, Candi Sembadra, Candi Gatot Kaca. Candi-candi di Dieng dipercaya sebagai tanda awal peradaban Hindu di Pulau Jawa pada masa Sanjaya pada abad ke-8. Hal ini ditunjukkan dengan adanya gugusan candi di Dieng yang konon untuk memuja Dewa Syiwa. edangkan untuk penamaan candi-candi itu sendiri dipercaya baru dimulai pada abad ke-19. Hal ini ditunjukkan dengan adanya relief-relief yang ada pada candi tersebut. Misalnya pada Candi Srikandi, relief yang terlukis justru merupakan penggambaran dari wujud Dewa Syiwa. Candi-candi tersebut dibangun dengan menggunakan konstruksi batu Andesit yang berasal dari Gunung Pakuwaja yang berada di Selatan komplek Candi Dieng.


Lalu kami lanjut ke kawah Sikidang. Sikidang adalah kawah di Diengyang paling populerdikunjungi wisatawan karena paling mudah dicapai. Kawah ini terkenal karena lubang keluarnya gas selalu berpindah-pindah di dalam suatu kawasan luas. Dari karakter inilah namanya berasal karena penduduk setempat melihatnya berpindah-pindah seperti kijang. Di luar kawasan wisata kawah Sikidang saya melihat anak gimbal. Yup, hampir semua anak di Dieng memiliki rambut gimbal. nak-anak asli Dieng yang berusia 40 hari sampai enam tahun berambut gimbal. Anak gimbal pada awalnya terserang demam dengan suhu tubuh yang sangat tinggi, disertai Ngromet (Jawa) atau menggigau waktu tidur (gejala psikis). Gejala-gejala ini tidak bisa diobati sampai akhirnya akan normal dengan sendirinya tetapi rambut sang anak akan menggimbal. Rambut inilah yang dipercayai titipan dari penguasa alam gaib. Rambut gimbal tersebut baru bisa dipotong setelah adanya permintaan dari si anak sendiri.


Anak gimbal di parkiran kawah Sikidang
Masuk ke kawasan kawah Sikidang, hampir semua dataran di kawasan itu mengandung belerang. Sepanjang kaki melangkah terdengar suara seperti air mendidih dr bawah dataran itu. Hmm… pikir2 kenapa ga bawa telur ya u/ iseng rebus di sini.. ^^ Terdapat beberapa ibu yg menjual belerang, katanya siy bagus u/ muka, bekerja di tempat penuh resiko ini, what a tough woman..


Pagi2 pk. 4 kami sudah bersiap2 u/ melihat sunrise dr bukit Sikunir. Walaupun dingin & nagntuk menghampiri, tpi tdk dpt mengalahkan rasa excited kami..  Kami pun tancap gas dgn menaiki motor bersama mas Dwi & Steven yg berasal dr Canada dan mengajar b. Inggris di Vietnam. Sampai di parkiran bukit Sikunir, kami harus menanjak bukit selama 30 menit. Mungkin karena pagi hari atau emank ga kuat nanjak saya merasa kelelahan & kurang oksigen menanjak bukit itu. Sempat ingin bhenti di spot sunrise pertama, tp yg lain ingin ke spot puncak , dgn sekuat tenaga lanjutlah sampai spot sunrise puncak. Meski harus ngos-ngosan tapi semua terbayar sudah dengan pemandangan sunrise yg menakjubkan dimana berdiri Gunung Sindoro, Gunung anak Sindoro dan Gunung Sumbing pun terlihat meski agak jauh. Sebenarnya awan agak mendung sehingga matahari tdk begitu telihat, namun itu tidak mengurangi keindahan sunrise dr bukit Sikunir. Angin dingin sangat menusuk tubuh, sinyal hp pun tdk ada di bukit ini. Stlh foto2 & menikmati keindahan dr bukit ini, kami pun turun.

Begaya dulu ah sama Sindoro.. ^^
Kami pun berpisah dengan mas Dwi & Steve, melanjutkan perjalanan kami. Kami pun langsung tancap gas ke telaga Merdada, sumur Jalatunda dan telaga Warna. Yang special adalah telaga Warna, seperti nama’a telaga ini memiliki warna yg berubah-ubah, kadang berwarna hijau dan kuning, biru dan kuning. Dengan latar pegunungan dan beberapa batang pohon yg seakan tumbang, menghasilkan pemandangan telaga yg sangat cantik. Menurut masyarakat setempat, ada suatu kisah yang menyebabkan warna telaga itu berwarna-warni. Konon, dahulu ada cincin milik bangsawan setempat yang bertuah namun terjatuh ke dasar telaga.
Sementara menurut ilmiah, telaga ini merupakan kawah gunung berapi yang mengandung belerang. Akibatnya, bila air telaga terkena sinar matahari akan dibiaskan menjadi warna-warna yang indah. Tidak jauh dari telaga, terdapat 3 gua yaitu gua Semar, gua Sumur dan gua Jaran.


Jam menunjukkan pk. 11 saat’a kami balik ke penginapan u/ berkemas pulang. Teman saya lanjut ke Purwokerto u/ langsung pulang esok harinya, sedangkan aku lanjut ke Jogja. Ingin rasanya lebih lama di Dieng, namun apa daya.. Will back someday..

1 comment:

  1. Been to Dieng & Telaga Warna years ago. Pake mobil rasanya nanjak & jauuuuuuuuuuuuuuuh banget (kayanya enggak nyampe-nyampe)!Saya sih bertanya-tanya gimana ya orang jaman dulu bisa nyampe ke atas sana?? trus kok bisa mereka bikin candi juga disana.. Peralatan dan materialnya dari mana?? :D

    ReplyDelete